4 Feminis di Jejak Berantai

jatimid.com – Program pemberdayaan perempuan terhadap kesetaraan gender semakin rutin dilakukan oleh Hayy Maahayaa.

Sebelumnya program yang berjuluk Jejak Berantai by Hayy Maahayaa itu, telah dilaksanakan dibeberapa wilayah di Jawa Timur, seperti Jombang, Mojekerto, Sidoarjo, Kediri dan Bangkalan.

Kegiatan tersebut baru baru ini kembali digelar di Surabaya khususnya wilayah stren Kali Jagir.

Hal tersebut didasari melalui banyaknya perempuan dengan berbagai macam latar belakang untuk bertahan hidup di wilayah marginal kota besar agar dapat meraih segala hak sebagai perempuan secara maksimal pada segala bidang.

Selain itu juga sebagai wujud dedikasi Perempuan Bergerak By Hayy Maahayaa kepada kota Pahlawan yang genap berusia 730 tahun pada akhir Mei tahun ini.

Dalam agenda program pemberdayaan Jejak Berantai Perempuan Bergerak By Hayy Maahayaa di Surabaya yang dilaksanakan sore hari diikuti oleh puluhan warga stren kali Jagir terlihat adanya antusiasme warga dalam hal diskusi saat penyampaian materi dan ketika sesi berkarya bersama saat mengikuti workshop.

Workshop pemberdayaan pada program Jejak Berantai antara lain membuat hiasan untuk diaplikasikan pada kue serta menempelkan label sebagai uji coba produk berciri khas perempuan stren kali Jagir.

Tidak berhenti disitu, Perempuan Bergerak by Hayy Maahayaa juga menampilkan produk sandang dengan label Ning Jagir , antara lain pakaian, topi dan tas yang bertujuan menumbuhkembangkan semangat berwirausaha dalam rangka turut serta mendukung pergerakan kemandirian perempuan stren kali Jagir.

Label Ning Jagir adalah sebuah wujud kepedulian Perempuan Bergerak By Hayy Maahayaa untuk para perempuan stren kali Jagir sebagai usaha kemandirian dalam rangka menumbuhkembangkan semangat penciptaan sebuah produk dalam melatih kemandirian, sebagai modal dan jalan untuk melawan ketidakadilan gender termasuk perihal kekerasan seksual.

Mengangkat judul “Apa Itu Kekerasan Seksual? Diskusi dan Berkarya Bersama Para Perempuan Stren Kali Jagir”, Jejak Berantai Surabaya menggandeng para feminis wilayah sekitar untuk bertukar pengalaman dan ilmu, yang berlanjut pada kegiatan workshop pembuatan produk dengan label Ning Jagir sebagai bekal kemandirian para warga kedepannya
Narti, salah satu warga stren kali Jagir mengungkapkan sangat senang dengan adanya kegiatan ini, terlebih adanya edukasi mengenai kekerasan seksual,

” Saya sangat senang, semoga kedepannya berjalan dengan lancar dan semoga warga stren kali bisa memahami pelajaran kekerasan terhadap perempuan, terlebih untuk anak ABG disini, wawasan yang sangat bagus”, jelas Narti yang seorang Ibu Rumah Tangga pemilik Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di daerah stren kali Jagir Surabaya ini.

Program pemberdayaan Jejak Berantai Surabaya diawali dengan penyampaian materi diskusi oleh Ahaddini dengan menjelaskan mengenai pengertian kekerasan seksual bersama segala macam jenisnya sesuai dengan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) pada pasal 4 ayat 1 mengenai sembilan macam tindak pidana kekerasan seksual (TPKS) antara lain pelecehan seksual fisik dan non fisik.

Pemaksaan kontrasepsi, sterilisasi serta pemaksaan perkawinan. Selain itu mengenai penyiksaan dan eksploitasi seksual, perbudakan dan kekerasan seksual berbasis elektronik.

Selain menyampaikan pemahaman dan pengertian kekerasan seksual, jenis-jenis kekerasan beserta dampak terjadinya kekerasan seksual, cara menghindari serta tindakan preventif lainnya, Hayy juga menjelaskan bagaimana melakukan tindakan pemulihan terhadap korban kekerasan seksual hingga peran Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).

“Kekerasan seksual harus dilawan. Jangan takut, sudah ada Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) sebagai pelindung dan senjata bagi korban kekerasan seksual. Diawali dengan keyakinan pada kemampuan dan kekuatan diri untuk melawan, berani bersuara terhadap hal-hal yang berhubungan dengan kekerasan seksual”, Ungkapnya.

Hayy melanjutkan pembahasan bahwa pada ranah kekerasan seksual tidak sekedar menjadi tugas para korban kebanyakan khususnya pada kaum perempuan dalam menanamkan dan mengamalkan segala tindakan pencegahan ataupun perlawanan terhadap segala kekerasan seksual yang terjadi.

Sudah seharusnya saling bekerja sama dalam mendukung, memahami dan menanamkan sikap peduli agar kesetaraan gender dan hak-hak asasi sebagai manusia dapat diraih secara maksimal.

“Pelaku dan korban kekerasan seksual tidak memandang jenis kelamin, profesi ataupun pakaian. Mengenai kekerasan seksual dibutuhkan pemahaman dan penanaman mengenai edukasi kekerasan seksual untuk nemutus mata rantai kekerasan seksual.

Penanganan mengenai segala tindak kekerasan seksual tidak akan terhenti jika hanya dilakukan oleh satu pihak, misal hanya dilakukan oleh pihak kaum perempuan ataupun pihak laki-laki saja.

Namun disini sesungguhnya juga menjadi bagian tugas bersama untuk memahami dan menghentikannya. Selain itu sudah menjadi kewajiban kita untuk memberikan dukungan kepada para korban kekerasan seksual dengan memberi ruang aman nyaman dan kepercayaan pada korban”, ujar aktivis kesetaraan gender ini.

Rosana Yuditia Ripi seorang feminis yang juga seorang GEDSI (Gender, Disabilitas dan Inklusi Sosial) Enthusiast sebagai salah pengisi acara menerangkan berdasarkan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksua (TPKS) ayat 1 mengenai kekerasan seksual adalah setiap perbuatan merendahkan, menghina, menyerang atau perbuatan lainnya terhadap tubuh, hasrat seksual seseorang dan fungsi reproduksi secara paksa, bertentangan dengan kehendak seseorang, yang menyebabkan seseorang itu tidak mampu memberikan persetujuan dalam keadaan bebas, karena ketimpangan relasi kuasa dan/atau relasi gender, yang berakibat atau dapat berakibat penderitaan atau kesengsaraan secara fisik, psikis, seksual, kerugian secara ekonomi, sosial, budaya, dan politik. Ripi kemudian memberikan contoh bahwa apapun yang masuk kedalam kelamin perempuan tanpa seijin pemiliknya itu sama saja dengan pemerkosaan.

“Apapun yang masuk dalam lubang vagina perempuan, meskipun bukan penis, misal berupa barang secara paksa maka itu adalah perkosaan dan itu adalah kekerasan seksual”, ungkapnya. Ripi melanjutkan penjelasannya, bahwasanya ketika terjadi pemaksaan mengenai kekerasan seksual dan ketika seorang yang dipaksa melakukan tidak mengijinkan, maka yang teranggap salah adalah sang pelaku pemaksaan, hal ini disampaikan Ripi karena rasa ketidakenakan kepada pelaku kekerasan seksual sehingga membuat korban merasa bersalah jika tidak memenuhi hasrat seksual si pelaku.

Jejak Berantai Perempuan Bergerak by Hayy Maahayaa yang diadakan di stren kali Jagir Surabaya tidak hanya menyampaiakan materi secara garis besar saja, namun juga menyoroti perihal hubungan kekerasan seksual dengan anak. Sebagai pengisi materi pada bab ini adalah Fitroh Chumairoh seorang Sosiolog yang juga Sekretaris ll Yayasan Kesejahteraan Anak (YKAI) Jawa Timur serta Ketua Forum Alumni Magister (FAMSOS) Universitas Airlangga. Fitroh membahas mengenai child grooming tentangi modus pelecehan seksual yang membuat korban akrab dengan pelaku dan berujung korban tereksploitasi dan termanipulasi tanpa disadari. Tidak ketinggalan pula pembahasan mengenai sexual consent yaitu mengenai kehati-hatian terhadap manipulasi, karena setiap perbuatan mempunyai konsekuensi bukan hanya tentang dosa dan hamil di luar nikah,

” Kita harus berhati-hati dengan orang di sekitar kita dan sekitar anak yang berbuat baik sampai mendekati keluarga. Hati-hati berkenalan di medsos, jika ingin meet up misalnya harus didampingi orangtua. Contoh lainnya jangan mau bugil depan kamera walaupun setengah, karena hal ini akan berdampak pada timbulnya kekerasan seksual yang terjadi”, jelasnya.

4 feminis bergerak bersama pada program pemberdayaan Jejak Berantai Perempuan Bergerak By Hayy Maahayaa, materi mengenai kekerasan seksual dan kemandirian oleh Yakuttinah Marjan seorang Praktisi Supply Chain yang juga sebagai Ketua Divisi Pertanian HIPMI Jawa Timur merangkap sebagai seorang Socioprenuer Agriculture,
Yakut memberikan gambaran mengenai hubungan antara kekerasan seksual dengan kemandirian perempuan yang sangat berkaitan,

“Perempuan yang mandiri dan berdaya, artinya perempuan memiliki nilai lebih sehingga dapat bersikap dan kecil kemungkinan untuk dilecehkan,” tegasnya.

Ia kemudian melanjutkan penuturannya mengenai kemandirian, “Kemandirian, dari sisi perempuan bisa mengambil keputusan dan bebas tanpa harus tergantung kepada orang lain. Bisa menyelesaikan tanggung jawab dan permasalahan yang dihadapi.

Berdaya, dari sisi perempuan bebas berkarya, produktif, beraktifitas yang dapat menggerakkan diri sendiri dan orang disekitar untuk bisa berguna dan memiliki nilai tambah. Perempuan harus mandiri dan berdaya untuk nilai yang dipegang, misal terjadi hal buruk pada dirinya, maka akan bisa segera bersikap dan bangkit dari keterpurukan. Dapat bertahan dan berjuang dalam segala kondisi”, tutur perempuan ramah ini.

Menurut Yakuttinah Marjan sebagai perempuan harus dapat terus membangun jiwa dengan tanggung jawab serta tidak mudah menyerah. Terus bergerak dan berpikir untuk hidup yang lebih baik dengan menggunakan segala kemampuan dan skill yang dimiliki.

” Skill atau kemampuan komunikasi misal soft skill dalam hal komunikasi alangkah baiknya dikembangkan di lingkungan keluarga, tetangga, sekolah dan organisasi lainnya agar dapat memperluas jaringan demi kehidupan yang lebih baik. Dengan sikap mandiri dan tegas, ketika ada peluang terjadinya pelecehan atau kekerasan seksual, maka kita dapat bertindak dengan sigap tanpa rasa takut karena kita sudah mempunyai kemampuan pengendalian hasil dari kemandirian”, tutup Doktor(cand) Ilmu Manajemen Universitas Airlangga.

Ahaddiini sebagai founder Perempuan Bergerak By Hayy Maahayaa berharap program pemberdayaan Jejak Berantai secara kontinuitas menggandeng para feminis di setiap daerah tempat diadakannya program pemberdayaan.

Bergerak bersama saling mendukung sesama perempuan sebagai usaha dalam rangka turut memajukan kaum perempuan termasuk perihal melawan kekerasan seksual serta ketidakadilan gender,

“Tentu kedepannya Jejak Berantai Perempuan Bergerak By Hayy Maahayaa yang diadakan di setiap wilayah berbeda dapat terus secara kontinuitas menggandeng para kawan feminis dalam rangkaian gerak bersama demi kemajuan bersama”, tegas Sosiolog ini.

(wen)

Related Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *